welcome to my blog

Minggu, 05 Juni 2011

Pendidikan Anak Usia Dini



Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di daerah-daerah masih banyak berfokus pada usia 5-6 tahun atau anak-anak yang bersekolah di Taman Kanak-kanak. Akibatnya, empat tahun pertama di masa emas anak-anak tersebut menjadi kurang diperhatikan, padahal di usia tersebut mereka juga perlu dimaksimalkan potensi dan tumbuh kembangnya. 

"Pendidikan anak usia dini atau PAUD itu penting mulai anak usia 0-6 tahun. Tetapi pemerintah daerah belum banyak yang mendukung karena tidak wajib seperti pendidikan dasar sembilan tahun," kata Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas, Hamid Muhammad, di Jakarta, Jumat (15/5).
Program PAUD merupakan salah satu program prioritas Depdiknas. Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD tahun 2008 baru mencapai 50,03 persen dari 29,8 juta anak. Target APK PAUD formal maupun PAUD nonformal akhir tahun ini adalah 53,9 persen, baik yang dikelola Depdiknas maupun Departemen Agama.
Hamid mengatakan, upaya untuk meningkatkan akses pendidikan dilakukan terutama untuk perintisan PAUD di daerah terpencil, yaitu di 50 kabupaten dari 21 provinsi di Indonesia. Intinya, kata dia, pertama adalah untuk pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan pada pengelola PAUD di desa. Kedua, untuk para pembina di provinsi dan kabupaten. Ketiga, yang paling besar jumlahnya, adalah untuk pendirian lembaga PAUD. "Total 783 ribu anak yang bisa masuk program ini," katanya.

Hamid mengungkapkan, kendala yang dihadapi untuk mendongkrak APK PAUD adalah tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya PAUD. Anggota masyarakat, kata dia, terutama di daerah pedesaan kurang peduli terhadap PAUD. "Bagi mereka yang penting masuk sekolah dasar. Padahal betapa pentingnya PAUD sebagai landasan wajib belajar sembilan tahun," katanya.

Pemerintah, kata Hamid, juga memberikan perhatian terhadap tutor PAUD. Dia menjelaskan, tutor PAUD tidak seperti guru pada taman kanak-kanak yang diwajibkan berkualifikasi S1 ditambah pendidikan profesi. Tutor PAUD, kata dia, dilihat dari kompetensinya.
"Belum ada standardisasi kualifikasi, tetapi secara bertahap akan kita lakukan beberapa standardisasi. Sementara ini yang kita lakukan dengan pelatihan," katanya.

Direktur PAUD Depdiknas Sudjarwo Singowidjojo menyampaikan, upaya lain yang ditempuh untuk meningkatkan APK PAUD adalah diversifikasi bentuk-bentuk PAUD, yakni kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan PAUD sejenis. Dia mencontohkan, melalui PAUD sejenis yaitu dengan membina di antaranya posyandu dan taman pendidikan Alquran.

"Kemudian dengan melakukan kemitraan dengan organisasi perempuan seperti Aisyiyah, Muslimat NU, dan PKK. Diharapkan, APK PAUD dapat mencapai 72,6 persen pada 2014," katanya.

Hamid mengatakan, progam PAUD didukung melalui APBN dan grant dari pemerintah Belanda. Beberapa tahun belakangan ini, kata dia, program ini juga dibantu oleh UNICEF khususnya di kawasan Indonesia bagian timur. "Oleh karena itu, pada tahun ini, bersamaan dengan program reguler, APBN, dan pihak donor, kita akan melakukan kegiatan publikasi dan sosialisasi berupa sejumlah lomba," katanya.

PAEDAGOGI

Definisi kesulitan belajar yang dimuat dalam Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) tahun 1997. Didalamnya disebutkan bahwa “spesific learning disabilities” yang mana bearti suatu gangguan dalam satu atau lebih proses – proses psikologis dasar yang terlibat dalam pemahaman atau penggunaan bahasa lisan atau tertulis, yang dimanifestasikan dalam kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengar, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau melakukan perhitungan matematis (Lerner, 2003). Melihat pernyatan tersebut bahwa kita tidak dapat menyamakan anak berkesulitan belajar dengan anak-anak yang memiliki permasalahan belajar terutama yang disebabkan oleh ketidakmampuan penglihatan, pendengaran, atau ketidakmampuan motorik, atau retradasi mental, atau gangguan emosional, atau oleh keadaan lingkungan, kultural atau ekonomi yang merugikan
Kesulitan belajar memiliki banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan remediasi yang berbeda-beda. Secara garis besar. Abdurrahman, M (1999) mengklasifikasikan kesulitan belajar kedalam dua kelompok, yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan dan kesulitan belajar akademik. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Hal ini, merupakan kondisi pra syarat yang terjadi pada masa pra sekolah. Sedangkan kesulitan belajar akademik terjadi pada usia sekolah. Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan ketrampilan dalam hal membaca, menulis dan matematika/Berhitung
Sebagaimana prevalensi gangguan kesulitan bekajar yang cenderung meningkat, banyak peneliti melakukan kajian terkait dengan assessment dan intervensinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fletcher, dkk (2002) menyebutkan bahwa assesment yang dilakukan terhadap siswa yang mengalami gangguan kesulitan hendaknya menggunakan pendekatan yang melibatkan tiga komponen yaitu eksklusi, disceprancy, dan heteroginitas. Pendekatan ini menekankan upaya assesment yang mengarah pada pengembangan rencana intervensi. Dalam penelitian ini juga disebutkan assesment yang dilakukan tidak perlu melibatakan tes IQ, karena hasil tes IQ tidak memberikan kontribusi terhadap perencanaan intervensi yang akan dilakukan.
Domain assesment yang dimaksudkan oleh Fletcher dkk (2002) sebagai implikasi tiga komponen
tersebut adalah :
(1) Oral Expression
(2) Listening Comprension
(3) Griten Expresion
(4) Basic Reading Skill
(5) Mathematics Calculation
(6) Reading Comprension
(7) Mathematics Reasoning

Secara khusus, Sternberg dan Grigorenko (2002) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat beberapa alasan mengapa skor IQ tidak memberikan makna yang cukup memadai untuk mengidentifikasi gangguan kesulitan belajar siswa. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Truscott dan Frank (2001), yaitu bahwa pengklasifikasian gangguan kesulitan belajar yang menyandarkan pada hasil tes IQ akan dipengaruhi oleh Flynn effect. Oleh karenanya assesment gangguan kesulitan belajar yang didasarkan pada skor IQ kurang signifikan. Dengan demikian hasil tes IQ tidak dapat digunakan sebagai alat yang mendeteksi gangguan kesulitan belajar. Oleh karenanya dalam penelitian ini tidak menggunakan instrumen tes IQ sebagai alat untuk mengidentifikasi gangguan kesulitan belajar. Mathew (2001 dalam Lerner, 2003) mengembangkan suatu alat diagnosa gangguan kesulitan belajar sebagai hasil dari penelitiannya, yaitu Learning Disability Evaluation Scale (LDES). Alat ini menggunakan teknik observasi untuk mendapatkan diagnosa tentang kesulitan belajar, terdiri dari 88 item yang skalanya didasarkan pada definisi kesulitan belajar dari IDEA. Kauffman dan Forness (1987 dalam Lerner, 2003)) dalam penelitian telah mengujicobakan serangkaian tugas-tugas yang dapat mengungkap adanya gengguan kesulitan belajar. Berdasarkan tugas-tugas tersebut, ia menyususn alat yang disebut dengan Tes of Writtten Expression (TOWE). Alat ini terutama dimaksudkan untuk menggungkap gangguan kesulitan belajar menulis.

1. Klasifikasi anak berkesulitan belajar

Pada dasarnya kesulitan belajar dibagi menjadi dua bagian yaitu kesulitan belajar akademik menunjukkan pada kegagalan-kegagalan prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan dan seorang anak. Kegagalan-kegagalan tersebut meliputi keterampilan dalam membaca, menulis, mengeja dan berhitung dan kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (development learning disabilities) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan meliputi gangguan perhatian, gangguan perseptual dan ekspresif, keterbatasan dalam menggunakan operasi mental seperti ingatan, melihat, hubungan, menggeneralisasikan, dan mengasosiasikan, dan gangguan dalam berbahasa meliputi keterbatasan memecahkan sandi (decode) dan menyandikan (encode) berbagai pengertian atau konsep, baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gerakan.

a. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:
1) Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
2). Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses:
• Penglihatan,
• Pendengaran,
• Perabaan,
• Penciuman, dan
• Pengecap.
3). Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang
diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:
• Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang
didengarkan.
• Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.
• Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek
yang bergerak atau digerakkan.
• Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
• Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
• Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.

b. Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
- Kesulitan membaca (dyslexsia)
Istilah "dyslexia" sering digunakan sebagai sinonim untuk kesulitan membaca namun banyak peneliti menegaskan bahwa terdapat berbagai jenis kesulitan membaca, yang mana salah satunya adalah dyslexia. Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal tesebut bisa menyebabkan permasalahan pada kemampuan membaca lanjutan. Kesulitan Menulis Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol-simbol bunyi menjadi simbol huruf atau angka. Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas menulis.

- Kesulitan dalam berhitung
Kesulitan dalam bidang matematika disebut juga dyscalculia, Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa symbol untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian.matematika

- Kesulitan belajar nonverbal
Kesulitan belajar nonverbal sering terlihat dalam kekakuan motorik, visual-spasial keterampilan yang rendah, masalah hubungan sosial, kesulitan dengan matematika, dan keterampilan organisasi miskin. Individu ini sering ada kekuatan spesifik dalam domain lisan, termasuk awal sambutannya, besar kosa kata, awal keterampilan membaca dan ejaan.

- Disgrafia atau gangguan menulis
Disgrapfia adalah Kesulitan dalam yang melibatkan proses menggambarkan simbol-sombol bunyi menjadi simbol huruf dan angka.

ANDRAGOGI

Andragogi (Andragogy), terdiri dari strategi belajar yang terfokus pada orang dewasa. Hal ini sering diartikan sebagai proses melibatkan siswa atau pembelajar dewasa dengan struktur belajar pengalaman. Awalnya digunakan oleh Alexander Kapp (pendidik Jerman) pada tahun 1833, Andragogi dikembangkan menjadi sebuah teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Malcolm Knowles.
Knowles menegaskan bahwa Andragogi (Yunani: “Orang-terkemuka”) harus dibedakan dari pedagogi lebih sering digunakan (bahasa Yunani: “anak-terkemuka”).
teori Knowles ‘dapat dinyatakan dengan enam asumsi yang berhubungan dengan motivasi belajar orang dewasa:
  1. Orang dewasa perlu mengetahui alasan untuk belajar sesuatu (Harus Tahu)
  2. Pengalaman (termasuk kesalahan) menyediakan dasar untuk kegiatan belajar (Foundation).
  3. Orang dewasa harus bertanggung jawab atas keputusan mereka untuk pendidikan, keterlibatan dalam perencanaan dan evaluasi instruksi mereka (Self-konsep).
  4. Orang dewasa yang paling tertarik untuk belajar mata pelajaran memiliki relevansi langsung dengan pekerjaan mereka dan / atau kehidupan pribadi (Kesiapan).
  5. belajar dewasa adalah masalah-berpusat daripada konten berorientasi (Orientasi).
  6. Orang Dewasa merespon lebih baik untuk motivator internal versus eksternal (Motivasi).
Istilahandragogi ini telah digunakan oleh beberapa untuk memungkinkan diskusi tentang kontras antara mandiri dan ‘mengajar’ pendidikan.
Keanekaragaman dan generalisasi
peserta didik dewasa adalah sangat beragam [contoh diperlukan] kelompok. Mahasiswa pascasarjana di bidang kedokteran atau fisika dapat merespon secara berbeda [contoh diperlukan] dari mahasiswa MBA eksekutif atau orang dewasa kembali untuk menyelesaikan ijazah sekolah tinggi. teori Knowles mungkin tidak berlaku bagi banyak kelompok siswa dewasa.
Kritik
Knowles sendiri mengubah posisinya di Andragogi apakah benar-benar diterapkan hanya untuk orang dewasa dan mulai percaya bahwa “pedagogi-Andragogi merupakan sebuah kontinum mulai dari guru-diarahkan untuk belajar siswa-diarahkan dan yang kedua pendekatan yang sesuai dengan anak-anak dan orang dewasa, tergantung pada situasi . “

Selasa, 17 Mei 2011

PROSES PENERAPAN E-LEARNING DI LEMBAGA SEKOLAH MENENGAH ATAS

TUGAS KELOMPOK PSIKOLOGI PENDIDIKAN
http://10054nkh.blogspot.com/
  
Perkembangan teknologi terutama  teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang telah memperngaruhi seluruh aspek kehidupan tak terkecuali pendidikan, sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk memberikan dukungan terhadap adanya tuntutan reformasi dalam system pendidikan. Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK), dalam jangka waktu yang relatif singkat, berkembang dengan sangat pesat.
Sekolah sebagai sarana pendidikan harus memiliki tanggung jawab dalam memasuki era globalisasi yaitu harus menyiapkan siswa untuk menghadapi semua  tantangan yang berubah sangat cepat dalam masyarakat kita. Hal ini menyebabkan sekolah dituntut untuk mampu menghasilkan SDM-SDM unggul yang mampu bersaing dalam kompetisi global ini. Peningkatan kualitas dan kemampuan siswa dapat dilakukan dengan mudah, yakni dengan memanfaatkan internet sebagai lahan untuk mengakses ilmu pengetahuan seluas-luasnya atau yang sering kita sebut dengan e-learning.
Istilah e-Learning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang menguraikan tentang definisi e-Learning dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi yang cukup dapat diterima banyak pihak misalnya dari Darin E. Hartley [Hartley, 2001] yang Menyatakan e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. dalam Glossary of e-Learning Terms [Glossary, 2001] menyatakan suatu definisi yang lebih luas bahwa: e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone. Dari puluhan atau bahkan ratusan definisi yang muncul dapat kita simpulkan bahwa sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar dapat disebut sebagai suatu e-Learning. Keuntungan menggunakan e-Learning diantaranya adalah sebagai berikut: Menghemat waktu proses belajar mengajar & Mengurangi biaya perjalanan & Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku-buku) Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan Strategi Pengembangan e-Learning.
Ketika berbicara tentang strategi pengembangan e-Learning, maka hakekatnya adalah sama saja dengan strategi pengembangan perangkat lunak. Hal ini karena e-Learning adalah juga merupakan suatu perangkat lunak. Dalam ilmu rekayasa perangkat lunak (software engineering), ada beberapa tahapan yang harus kita lalui pada saat mengembangkan sebuah perangkat lunak. Upaya ini dapat dilakukan dengan memasukkan e-learning sebagai pendekatan dalam proses pembelajaran pada Lembaga Pendidikan (Sekolah). E-Learning saat ini sudah mulai dikembang di beberapa sekolah, baik di kota besar maupun di kota kecil yang sudah memanfaatkan teknologi e-learning ini. E-learning dianggap sebagai salah satu alternatif disamping alternatif lain dalam sistem penyelenggaraan pendidikan, baik tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan, yaitu seluruh staf tata usaha sekolah. Hal ini disebabkan oleh beberapa keunggulan dan kelebihan yang dimiliki teknologi informatika yang saat ini telah berkembang demikian pesat, sehingga mememungkinkan penggunanya dapat bekerja secara cepat, akurat, dan memiliki jaringan yang sangat luas. 

 TUJUAN
adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui seberapa besar pemahaman siswa tentang e- learning.
2.      Untuk mengetahui seberapa besar kecendrungan siswa untuk menerapkan e-learning sebagai sarana penunjang pembelajaran siswa.
3.      Untuk mengetahui tantangan apa yang dihadapi siswa dalam pemakaian e-learning.
4.      Untuk mengetahui dampak pemakaian e-leaarning pada siswa.

      LANDASAN TEORI
E-Learning merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan network (jaringan) (Munir : 2008). Ini berarti dengan e-learning memungkinkan tersampaikannya bahan ajar kepada peserta didik menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi berupa komputer dan jaringan internet ataupun intranet. Dengan e-learning belajar bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja dan berlangsung efisien dan efektif.
E-learning merupakan suatu teknologi baru dalam pendidikan di Indonesia. Dalam pembelajaran itu pengajar dan peserta didik tidak perlu berada dalam satu tempat dan waktu yang sama untuk melakukan proses pembelajaran, dimana proses belajar memanfaatkan proses teknologi informasi dan komunikasi.
Dari paparan di atas, maka ciri-ciri e-learning yaitu tidak tergantung pada waktu dan ruang (tempat). Pembelajaran dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja. Dengan e-learning, dapat menyediakan bahan ajar dan menyimpan instruksi pembelajaran yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun. E-learning juga tidak memerlukan ruangan yang luas sebagaimana di kelas dan dengan demikian teknologi ini telah memperpendek jarak antara pengajar dan peserta didik.
Dalam penerapannya, terdapat beberapa teori dalam pembelajaran e-learning yang dapat dikaitkan dengan teori psikologi pendidikan. Diantaranya adalah teori kognitif, dimana dalam teori ini seorang anak diharapkan mampu untuk menerima, mencerna dan menalari segala sesuatu atau informasi yang sampai pada dirinya. Hal ini terlihat jelas dimana siswa diharapkan untuk mampu mencerna informasi dari internet dan mampu untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.


ALAT DAN BAHAN
1. alat tulis
2. laptop
3. printer
4. kamera

KUESIONER
No
Pertanyaan
Setuju
Tidak Setuju
1
Saya sudah memahami tentang pemakaian e-learning dengan baik dan benar


2
e-learning sangat bermanfaat untuk memecahkan persoalan yang terjadi di hidup saya


3
Belajar dengan penerapan e-learning dapat memberikan pengalaman yang menarik


4
Dengan e-learning, sangat membantu saya dalam memahami materi pembelajaran


5
e-learning sangat membantu dalam memperluas wawasan saya



6
Lebih banyak dampak positif yang saya peroleh dalam penggunaan e-learning


7
Belajar dengan menggunakan e-learning membantu saya mengembangkan materi secara mandiri


8
e-learning sangat memudahkan saya berkomunikasi dengan siapa pun dan dimanapun


9
Saya tahu cara mencari informasi yang menarik dari internet secara efisien dan menyeluruh


10
Saya cenderung kesulitan dalam mencerna informasi dari internet



11
Internet membatasi ruang lingkup saya dengan dunia nyata



12
e-learning memudahkan proses transfer informasi dan komunikasi



13
Saya sering menggunakan e-mail untuk berkomunikasi dengan teman2 khususnya untuk membahas pelajaran


14
Menurut saya, proses pembelajaran dengan e-learning lebih efektif dan efisien


15
e-learning sangat baik untuk diterapkan di sekolah-sekolah





TABEL PERENCANAAN


NO
PERENCANAAN
TANGGAL
1
Penentuan Topik
1 April 2011
2
Persiapan Kuisioner
5 April 2011
3
Pelaksanaan
7 April 2011
4
Perhitungan Data
8 April 2011
5
Penyusunan Laporan
9-15 April 2011

KALKULASI BIAYA

Pengeluaran

Banyaknya
jumlah
Reward
25x@2000
Rp.50.000,00
Kue
5x@2000
Rp.10.000,00
Dokumentasi
9.000
Rp.9.000,00
Konsumsi
3x@3000
Rp.9.000,00
Jumlah biaya
Rp.78.000,00



ANALISIS DATA
Penilitian ini dilakukan dengan menggunakan subjek sekitar 25 orang siswa SMA X di kota Medan dengan cara pengisian kuesioner tentang pengetahuan serta penalaran mereka pada e-learning dan bagaimana penerapannnya dalam kehidupan mereka. Dapat disimpulkan bahwa mereka telah mengenal e-learning dengan baik namun belum menggunakannya secara efektif dan efisien.

LAPORAN
Berdasarkan dari observasi, peneliti menemukan bawha semua subjek telah mengenal e-learning dengan baik namun mereka masih enggan untuk menggunakannya sebagai penunjang pembelajaran di kelas. Oleh karena hal itu, berdasarkan data mereka dinilai kurang efektif dan efisien dalam menggunakan sistem pembelajaran melalui media internet.
E-learning memang memperluas cakrawala siswa dalam menyelesaikan segala permasalahan dalam hidupnya. Namun, banyak diantara siswa tersebut yang kurang sempurna dalam mencerna informasi dari internet. Sehingga diperlukan guru ataupun pelatih khusus agar mereka tidak menyalahartikan segala informasi yang ada. Siswa juga kurang menggunakan e-learning dalam berkomunikasi dengan teman-teman ataupun siapa saja dalam rangka mendorong proses pembelajaran mereka.

TESTIMONI
Pelaksanaan tugas ini cukup menguras pikiran dan tenaga namun yang bersegi positif. Dimana para peneliti harus berpikir bagaimana cara untuk bisa menyatukan pikiran dan pendapat demi berlangsungnya penelitian. Bukan hanya itu, kreativitas dan sosialisasi juga sangat diperlukan dalam penelitian ini. Peneliti mencoba untuk bersosialisasi dengan subjek dan pihak lembaga sekolah agar mau untuk bersosialisasi demi kelancaran penelitian ini.



Selasa, 26 April 2011

Bimbingan konseling

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan  upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku. 
Tujuan layanan bimbingan ialah agar siswa dapat :
  1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang.
  2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki peserta didik secara optimal.
  3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya.
  4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk :
  1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya.
  2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya,
  3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut
  4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri.
  5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat.
  6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya.
  7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal. 





Perbedaan psikologi pendidikan dan sekolah
  • Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
  • Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
  • Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
  • Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Peran dan tugas psikologi pendidikan adalah memberi pengarahan kepada semua ruanng lingkup secara luas tidak hanya di lingjkungan sekolah.


Psikologi sekolah Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk membentuk mind set anak.

peran dan tugas psikologi pendidikan

1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.



Selasa, 19 April 2011

PSIKOLOGI SEKOLAH

Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
 Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
* Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
 * Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
 * Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
 * Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
 * Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
 * Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
 Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
 * Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
 * Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
 * Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,–terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya–, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.